Senin, 02 Januari 2012

Kapitalisasi Rumah Sakit Makin memprihatinkan

Tulisan ini hanya reaksi keheranan saja. Ada perasaan kurang sreg dan merasa sesuatu yang tidak pantas. Postingan kali ini mengenai hadirnya gerai-gerai makanan cepat saji di rumah sakit. Tak kurang perusahaan trans nasional dari Amerika juga hadir di sana. 
Gerai ini terletak di dalam lingkungan rumah sakit. Maka kalau dulu ketika seorang penunggu pasien (biasanya keluarga), kelaparan dan ingin mencari makanan, harus keluar sambil menunjukkan kartu tunggu, sekarang tidak lagi. Semua sudah tersedia, dan beberapa 24 jam hadir di sana.
Di satu sisi tentu saja ini “menyenangkan”. Saya sendiri beberapa kali berkesempatan merasakan sebagai penunggu pasien. Ketika almarhum ayah saya dirawat, ketika ibu saya kecelakaan, ketika kakek saya operasi dan seterusnya. Rasa lapar yang sering hinggap di tengah malam, cukup merepotkan. Selain berjalan keluar (tak jarang dari lantai dua atau tiga, dimana hanya ada anak tangga), juga harus menjaga jangan sampai kartu tunggu pasien hilang.
Namun, mari kita berpikir ulang. Makanan cepat saji? Maksud saya, burger, pizza, dan sejenisnya? Saya seperti melihat sebuah drama oxymoron sedang berlangsung. Lembaga yang menggaungkan kesehatan, justru menyajikan makanan yang kita semua tahu sangat tidak sehat. Kolesterol, salah satunya.
Kenapa Bukan Organik?
Ya, itu pertanyaan saya. Kita di Indonesia, tahu bahwa makanan pokok kita adalah nasi, beras. Kalaupun kita mau mengemil, ada banyak pilihan dari buah-buahan sampai gorengan. Oke, gorengan juga bukan sesuatu yang bisa dibilang sehat, dalam term lembaga kesehatan semacam rumah sakit, tapi paling tidak bahan-bahannya bisa dipilih yang organik.
Kenapa rumah sakit tidak menjadi bagian dari edukasi ke masyarakat akan budaya hidup sehat? Tentu saja sebenarnya saya sudah menyimpan jawabannya. Meski sulit dibuktikan, tapi saya tantang deh apakah bisa dibantah. Rumah sakit tak lebih ya lembaga bisnis juga. Keuntungan menjadi point utama. Salah? Alhamdulillah, tolong buktikan dengan tindakan.
Lembaga Yang Gagal
Tak bisa saya hindari, saya sampai pada kata itu. Gagal dalam menjadi tonggak utama pembelajaran pola hidup sehat. Seperti kita tahu, yang hadir di rumah sakit, baik itu pasien penyakit ringan, atau mereka yang sekedar periksa atau anak-anak yang menjalani imunisasi, sangat beragam usianya. Yang paling miris adalah bahwa anak-anak yang ada di sana, jumlahnya cukup banyak.
Nah, terbayangkah di kepala para penentu kebijakan rumah sakit itu, bagaimana anak-anak menyikapi adanya gerai-gerai makanan cepat saji itu? Jelas, setiap kali mereka dibawa ke sana, salah satu yang disampaikan adalah “agar kita sehat”. Logika yang terbentuk kemudian, makanan siap saji yang hadir di sana menjadi bagian dari lembaga yang menjamin kata sehat.
Selamat datang obesitas. Selamat datang masalah negeri maju. Menjadi amerika, meski hanya tubuhnya yang bengkak saja.
Apa boleh bikin. Saya sangat berharap rumah sakit kembali merevisi kebijakannya. Tapi ya siapa saya, siapa kita. Orang miskin dilarang ke rumah sakit.
Oh iya, jadi ingat, makanan yang tersedia, memang rata-rata makanan elitis. Atas nama higienis mungkin, atas nama kerapihan bisa jadi, tapi tetap saja, itu adalah makanan tidak sehat. 

0 komentar: